(...foto menyusul...)
BAB I
PENDAHULUAN
Kompleks
Perumahan Asia Mega Mas Sukaramai ini terletak di Jl. Asia Raya Kelurahan
Sukaramai II, Kecamatan Medan Area, Sumatera Utara. Lahan tempat rumah susun
Sukaramai berdiri ini dulunya merupakan lahan permukiman biasa. Masyarakat di
kawasan ini merupakan percampuran antara kelompok etnis Tionghoa dengan
kelompok pribumi. Namun, karena mayoritas penghuninya adalah etnis Tionghoa,
maka tempat ini sampai sekarang terkenal sebagai kawasan etnis Tionghoa.
Pada
tahun 1980, kawasan permukiman ini terbakar. Banyak harta benda dan rumah warga
yang hangus terbakar. Lalu, pada tahun 1981, pihak Perum Perumnas yang
berencana membangun rumah susun di lahan terbakar ini memberi ganti rugi tanah
kepada pemilik langsung yang dilegalisasi oleh Panitia Pembebasan Tanah Kota
Medan. Selama proses pembangunan yang berlangsung selama ± 4 tahun, pada tahun
1986, di lokasi kawasan bekas kebakaran itu kemudian didirikan rumah susun
Sukaramai.
Menurut status kepemilikannya, rumah
susun Sukaramai ini adalah Rumah Susun Milik (Rusunami). Penyelenggara rumah
susun adalah Perum Perumnas Regional I Medan. Pada awalnya, sasaran pembangunan
rumah susun adalah seluruh lahan terbakar yang memang merupakan tanah milik
Perum Perumnas.
Lahan
rumah susun yang terbangun saat ini tadinya dimaksudkan sebagai lahan
pembangunan tahap awal saja. Namun, kurangnya dana yang dimiliki oleh Perum
Perumnas mengakibatkan lahan pembangunan tahap awal menjadi lahan tetap
pembangunan rumah susun. Sisa lahan lainnya diberikan kepada pihak swasta dan
dibangun menjadi Ruko Asia Mega Mas. Bahkan, sebagian lahan pembangunan rumah
susun dibagi bersama dengan PT. IRA Widya Utama.
Pihak
yang pertama kali melakukan pembangunan adalah pihak Perumnas. Pembangunan dari
pihak Perumnas dilakukan secara serentak dan berlangsung dalam waktu 2 tahun.
Pada tahun 1986, pihak Perumnas menyesuaikan blok-blok massanya sebelum PT IRA.
Sementara PT IRA baru selesai membangun blok-blok massanya pada tahun 1988.
Menurut
beberapa berita yang dilansir di internet, kabarnya rumah susun ini sempat akan
direnovasi dari program Kementrian Perumahan RI pada tahun 2013 atas anggaran
dari Menpera. Pernyataan ini disampaikan oleh Rahudman. Namun hingga saat ini tak
juga ada perbaikan dari pihak pemerintah maupun swasta.
BAB II
TINJAUAN RUMAH
SUSUN ASIA MEGA MAS SUKARAMAI
A. Sekilas tentang rumah
susun
Rumah susun di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Pengertian rumah susun dalam undang-undang ini adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama.
Ø Lingkungan adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang di
atasnya dibangun rumah susun, termasuk prasarana dan fasilitasnya
yang
secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman.
Ø Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah
untuk pemakaian bersama, dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan
rumah susun.
Ø Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian dari rumah
susun, tetapi dimemiliki bersama secara terpisah untuk pemakaian
bersama.
Ø Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak
bersama secara tidak terpisah, yang di atasnya berdiri rumah susun dan
ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.
Menurut
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50/pmk/03/ 2005, rumah
susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
digunakan sebagai tempat hunian dengan luas maksimum 21m2 setiap
unit hunian, yang dilengkapi dengan kamar mandi serta dapur yang dapat bersatu
dengan unit hunian ataupun terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukkan
bagi masyarakat yang berpendapatan rendah.
Rumah
susun juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ketinggian lantai bangunan, yaitu
(Paul dalam citaresmi, 2001) :
- Low
rise : memiliki ketinggian 2-6 lantai dan menggunakan tangga sebagai
sarana sirkulasi vertikalnya.
- Medium
rise : memiliki ketinggian 6-9
lantai dan bisa menggunakan
elevator listrik sebagai sarana sirkulasi vertikalnya.
- High
rise : memiliki ketinggian di atas 9 lantai dan harus menggunakan
elevator listrik sebagai sarana sirkulasi vertikalnya.
Berdasarkan peraturan pemerintah,
karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagai
berikut (Teddy, 2010 : 11).
1). Satuan Rumah Susun
~
Mempunyai ukuran standar minimal 18 m2, lebar muka minimal 3 m.
~
Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain
(ruang penunjang) di dalam dan/atau di luar ruang utama.
~
Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan
yang cukup, sistem
evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran
dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta
pemompaan air.
~ Batas pemilikan satuanrumah susun
dapat berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka.
2). Benda Bersama
Benda bersama dapat berupa prasarana
lingkungan dan fasilitas
lingkungan.
3). Bagian Bersama
Bagian bersama
dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan
kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan
yang menyatu dengan bangunan rumah susun.
4). Prasarana Lingkungan
Prasarana
lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai
penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah
susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air
limbah,
sampah, pemadam kebakaran, listrik, gas, telepon, dll.
5). Fasilitas Lingkungan
Lingkungan
rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan
perbelanjaan, lapangan terbuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan,
pelayanan umum, serta pertamanan.
Apabila mengacu pada
luas unit hunian, maka rumah susun dibedakan menjadi tipe studio dengan luas 18
m2 hingga penthouse seluas
200 m2. Pada umumnya yang bertipe kecil banyak dijumpai pada rumah
susun murah dan sederhana yang dihuni oleh masyarakat berpendapatan menengah ke
bawah (Paul dalam citaresmi, 2001).
Tabel
2.1.1. Tipe Unit Rumah
Susun
Tipe
Unit
|
Fasilitas
|
Tipe
18 m2
Tipe
21 m2
Tipe
24 m2
Tipe
ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga
|
-
1 kamar tidur
-
ruang tamu/keluarga
-
kamar mandi
-
dapur/pantry
|
Tipe 30 m2
Tipe 36 m2
Tipe 42 m2
Tipe 50 m2
Tipe ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak
|
- 2 kamar
tidur
- ruang tamu /
keluarga
- kamar mandi
/ WC
- dapur /
pantry
- ruang makan
|
Sumber
: Rosfian (2009)
Rumah susun merupakan hunian
vertikal yang menjadi tempat tinggal bagi sejumlah penduduk yang menjadi
penghuninya, sehingga terdapat fasilitas-fasilitas tertentu yang disediakan
guna menunjang kehidupan penghuni didalamnya. Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI 03-7013-3004) mengenai Tata Cara Perencanaan Fasilitas
Lingkungan Rumah Susun Sederhana, rumah susun haruslah memiliki fasilitas
lingkungan, yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain dapat
berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapanagan
terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan
pelayanan umum, pertamanan serta pemakaman (lokasi diluar lingkungan rumah
susun atau sesuai rencana tata ruang kota).
Fasilitas lingkungan rumah
susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut menurut Standar Nasional
Indonesia adalah :
1. Memberi rasa aman,
ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan
budaya setempat.
2. Menumbuhkan rasa memiliki dan
merubah kebiasaan yang tidak sesuai
dengan gaya hidup di
rumah susun.
3. Mengurangi kecenderungan
untuk memanfaatkan atau menggunakan
fasilitas lingkungan bagi
kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
4. Menunjang fungsi-fungsi
aktivitas penghuni yang paling pokok bagi dan
segi besaran maupun jeni
sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada.
5. Menampung fungsi-fungsi
yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan
pengembangan aspek-aspek
ekonomi dan sosial budaya.
Tentunya, pelayanan sarana dan prasarana harus memenuhi
kebutuhan penghuni. Dalam hal ini apabila fasilitas lingkungan masih dapat
dilayani oleh fasilitas yang berada diluar lingkungan rumah susun, maka
pemenuhan kebutuhan jenis dan jumlah fasilitas lingkungan dapat disesuaikan
sesuai dengan kebutuhan.
Dalam melakukan perancangan fasilitas lingkungan
pada rumah susun sederhana, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna
memenuhi kebutuhan penghuni. Hal ini telah dijelaskan pula dalam Standar Nasional Indonesia, yaitu bahwa fasilitas
lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah susun harus memenuhi
kebutuhan sebagai berikut :
1. Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan.
2. Tidak ditempatkan lebih dari
lantai 3 (tiga) bangunan rumah susun.
Atas ketentuan tersebut, maka luasan lahan yang digunakan untuk fasilitas
lingkungan rumah susun harus diperhatikan. Luas lahan yang diperuntukan sebagai
fasilitas lingkungan harus memenuhi ketentuan :
1. Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30% dari luas
seluruhnya.
2. Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan,
tempat bermain
anak, dan atau lapangan olah raga seluas-luasnya 20% dari luas
lahan fasilitas lingkungan rumah susun.
Tabel
2.1.2. Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun
No
|
Jenis Peruntukan
|
Luas Lahan
|
|
Maksimum (%)
|
Minimum (%)
|
||
1
|
Bangunan untuk hunian
|
50
|
-
|
2
|
Banguanan fasilitas
|
10
|
-
|
3
|
Ruang Terbuka
|
-
|
20
|
4
|
Prasarana Lingkungan
|
-
|
20
|
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)
Menurut Danial (1998:20-21), rumah
susun merupakan alternatif solusi yang tepat dalam penyediaan perumahan serta
peningkatan daya guna lahan kota karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
(1) Mengefesiensikan pemanfaatan lahan
perumahan yang kemampuannya
untuk menampung lebih banyak penduduk di lahan yang sempit.
(2) Menciptakan lingkungan perumahan
yang layak huni, terutama bagi
golongan masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah.
(3) Efesiensi penyediaan dan
optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana
perkotaan, karena dalam penyediaannya tidak perlu dilakukan penyebaran
untuk memperluas jangkauan pelayanan.
(4) Memperbaiki kualitas fisik lingkungan
perkotaan, terutama dalam
mengatasi masalah permukiman kumuh dan liar.
Namun kenyataannya, rumah susun juga
bisa menjadi masalah baru dalam masalah perkotaan. Permasalahan-permasalah yang
kerap kali terjadi dalam Rumah susun yang awalnya dibangun dengan bagus, malah
menjadi kumuh dan semerawut setelah dihuni. Belum lagi sarana dan prasarana
yang kurang memadai. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan kurangnya
partisipasi dari penghuni rumah susun menjadi faktor penyebabnya. Sudah
seharusnya pemerintah dan masyarakat bekerja sama dalam mewujudkan sebuah
pembangunan yang baik dan tertata, yang nantinya dapat menunjang perkembangan
kota tersebut.
B. Survey
Rumah Susun Asia Mega Mas Sukaramai
Kompleks Asia Mega Mas merupakan campuran antara
perumahan dan rumah susun. Di bagian depan kompleks merupakan bagian perumahan
yang cukup tertata dengan rapi, berbanding terbalik dengan bagian tengah dan
belakang kompleks yang merupakan kawasan rumah susun dan ruko kumuh. Kompleks
rumah susun Sukaramai ini merupakan rumah susun kategori low rise, terdiri dari beberapa unit rumah susun 3 - 4 lantai dan
keadaannya sangat memprihatinkan. Jalan akses untuk masuk ke kawasan rumah
susun sangat sempit, sehingga sering mengakibatkan kemacetan. Di bagian kiri
jalan banyak terdapat warung makan yang mayoritas penjualnya adalah etnis
Tionghoa.
Rumah
susun pertama yang saya datangi adalah rumah susun yang hampir semua penghuninya adalah kelompok etnis Tionghoa.
Saat memasuki kawasan rumah susun ini, saya disambut dengan sebuah ruang publik
yang sangat ramai. Kebetulan saat itu hari sudah agak sore, waktu yang tepat
untuk berkumpul dan bersantai dengan para penghuni lainnya. Mayoritas yang
berkumpul di sana adalah para orang tua dan lansia yang menikmati udara sore
sambil minum kopi. Mereka tampak duduk santai sambil bersosialisasi dengan
orang di sekitarnya. Menurut saya, ruang publik yang tersedia itu tidak memadai
karena luasannya yang tidak mencukupi kapasitas penghuni, ruang publik yang
disatukan dengan parkir sepeda motor, serta tidak adanya penghijauan atau taman
kecil di sana.
Dari ruang publik, saya
mulai memasuki bangunan rumah susun tersebut. Belum saja naik ke lantai dua,
saya sudah disambut dengan pemandangan yang memprihatinkan dan juga bau pesing
yang menusuk. Lantainya hanya terbuat dari semen dan karena di saat itu baru
saja turun hujan, lantainya menjadi becek. Kemudian, lebar tangganya yang
sangat sempit (hanya sekitar 60-70 cm) hanya dapat dilalui oleh satu orang.
Keadaan anak tangga yang becek sangat membahayakan penghuni karena licin,
bahkan salah satu teman saya juga hampir terpeleset. Yang masih membuat saya
cukup lega adalah tangga itu masih dilengkapi dengan railing tangga, walaupun
railing tangganya tidak cukup aman jika penggunanya adalah anak-anak. Padahal,
seperti yang kita ketahui bahwa lebar minimal untuk tangga adalah 90 cm (Ilmu
Konstruksi Bangunan Kayu,Heinz Frick). Sedangkan lebar tangga yang tersedia
bahkan tidak mencapai batas minimum.
Di bagian belakang tangga terdapat sebuah ruangan
kecil (sekitar 1 x 1 m) yang sepertinya merupakan kamar mandi umum yang
seharusnya tidak berfungsi lagi, namun tetap digunakan. Kemungkinan besar bahwa
bau menusuk itu berasal dari ruangan itu. Ditambah lagi ada sebuah papan
peringatan tertera di dekat tangga. Saat menaiki tangga, terdapat kabel-kabel
listrik yang bergelantungan tidak jelas. Untung saja kabel itu masih terbungkus, bagaimana jika kabel itu
‘telanjang’? Wah,bisa-bisa menjadi sumber kebakaran nantinya.
Kemudian saya beralih ke lantai dua. Keadaannya
sama memprihatinkannya dengan lantai dasar. Bentuk koridornya adalah hexagonal.
Lantai dua hingga lantai 4 adalah tipikal, terdiri dari empat kamar. Keadaan
yang saya lihat adalah lantainya becek karena tidak memakai kartilever ataupun
kanopi untuk menutup bagian koridornya. Lubang udara untuk koridor termasuk sempit,
dengan lebar hanya ± 1,2 meter, di mana view koridor yang menuju ke ruang publik
terhalang oleh massa bangunan di sebelah kiri dan kanan, serta adanya jemuran.
Saya bahkan tidak dapat merasakan angin masuk melalui koridor ini.
Selain lantainya yang menjadi becek,
tidak adanya kanopi ataupun kartilever membuat dinding kamar yang terbuat dari
tripleks menjadi lembab, lapuk, dan berjamur. Cat dindingnya juga sudah pudar
dan terkelupas. Efek yang saya rasakan saat berada di sana adalah gerah dan
pengap. Entah bagaimana mereka bisa hidup dengan nyaman di suatu hunian seperti
itu.
Selanjutnya, saya kembali ke lantai dasar untuk
melanjutkan pengamatan ke area belakang rumah susun. Di lantai dasar, plafond
asbesnya juga banyak yang lapuk, jebol, dan berjamur akibat terkena air hujan.
Catnya juga sudah pudar dan terkelupas, serta di dindingnya terdapat jamur
akibat rembesan air hujan yang mengenai dinding. Di bagian belakang rumah susun
terdapat sebuah dapur mini yang sudah tidak terpakai lagi. Dari luar saya dapat
melihat kanopi jendela yang terbuat dari seng, namun ada beberapa bagian seng yang rusak dan bolong. Selain
itu, di area belakang juga terdapat tempat sampah yang sudah keropos dan
terdapat timbunan sampah yang tidak terurus. Banyak sampah berserakan di
halaman belakang menambah kekumuhan wilayah itu.
Setelah mengamati rumah susun yang pertama, saya
kemudian melihat ke rumah susun dua dan tiga karena tempatnya yang cukup
berdekatan. Hampir sama dengan rumah susun yang pertama, kedua rumah susun ini
juga terlihat sangat kumuh. Catnya yang pudar dan berjamur membuat kesan rumah
susun yang tidak layak huni.
Kemudian, saya menuju ke salah satu unit rumah
susun yang paling parah keadaannya dari semua rumah susun yang ada di sana.
Sesampainya di sana, saya benar-benar tidak tahu mau bilang apa. Halaman rumah
itu bagaikan kolam sampah yang mengerikan. Dari luar rumah, saya melihat ada
shaft sampah lengkap dengan bak sampahnya, namun tidak terurus. Sampahnya
menumpuk sampai tempat sampahnya tidak muat lagi, sehingga sampah-sampah itu
merembes ke pedestrian pejalan kaki yang lebarnya pun kurang dari 1,5 meter.
Ada juga terdapat selokan dengan lebar ± 30 cm dan isinya adalah sampah dan
airnya berwarna hitam.
Rumah susun yang satu ini lantainya terbuat dari
semen dan sudah banyak yang hancur, begitu pula dengan dindingnya.
Kolom-kolomnya terlihat berjamur dan asbesnya juga banyak yang bolong. Terdapat
tangga dari beton yang tidak memiliki railing tangga. Anak tangganya juga licin
karena becek, tidak rata, dan terdapat space di antara anak tangga sehingga
dapat membahayakan penggunanya.Yang membuat saya merasa miris dengan rumah
susun ini adalah pipa utilitasnya yang bocor, terlebih lagi pipa air kotornya
tidak disambung ke tanah. Sehingga jika ada yang mandi ataupun mencuci di kamar
mandi, airnya langsung mengucur lewat pipa utilitas itu, seperti air pancuran.
Dari bordes tangga, saya bisa melihat ke arah ‘lautan
sampah’ itu. Sangat mengerikan. Entah bagaimana pemikiran para penghuni
sampai-sampai mereka membuang sampah ke tempat itu. Di sana juga terdapat
banyak sekali jemuran para penghuni yang begelantungan di sana-sini. Secara
kebetulan di antara ‘lautan sampah’ itu, saya melihat dua tikus sedang
berkeliaran. Sungguh menggelikan.
Selanjutnya saya naik ke lantai dua. Di lantai
dua, saya disambut dengan shaft sampah serta shaft pipa utilitas yang tidak
terurus. Di bagian kiri dan kanan terdapat koridor yang ditembok. Lebarnya ± 1
meter. Lalu, saya menuju ke deretan kamar penghuni. Koridornya hanya sekitar ±
80 cm. Di sana terdapat jemuran yang terbuat dari bambu, dibuat melintang
hingga ke ujung gang. Kamar penghuninya juga termasuk sangat sempit untuk
orang-orang yang sudah berkeluarga. Saya tidak habis pikir bagaimana bisa
mereka betah tinggal di antara lautan sampah itu.
Sesudah menelusuri beberapa rumah susun yang ada
di sana, saya mengamati kehidupan sosial di sekitar rumah susun. Di bagian
depan rumah susun tadi terdapat selokan, pedestrian dan deretan warung. Ada
beberapa pria yang terlihat sedang berkumpul sambil minum kopi dan bersantai.
Saya cukup salut dengan warga sekitar karena mereka tetap menjali n persaudaraan, walaupun ada kaum Tionghoa dan
pribumi, walaupun kondisi hunian mereka jauh dari layak,walaupun di antara
tumpukan sampah. Anak-anak yang ada di sana juga bisa bermain dengan riang.
Sepanjang menyusuri pedestrian, anak-anak terlihat
ramah menyapa kami yang sedang lewat, bahkan mereka minta difoto. Alhasil, saya
memfoto mereka. Tidak beberapa lama, saya menemukan sebuah ruang publik lagi,
bisa dikatakan seperti ‘taman’nya mereka. Di sana ada tempat duduk yang terbuat
dari beton yang dikeramik. Lalu,
terdapat area pijat refleksi dengan lantai yang tebuat dari batu-batu kecil. Di
tengahnya ada semacam prasasti. Selain itu, di sana juga terdapat mushollah dan
warung makan. Suasananya saat itu cukup ramai.
BAB III
PENUTUP
Rumah susun Asia Mega Mas Sukaramai
ini merupakan salah satu contoh rumah susun yang seharusnya mendapat perhatian
khusus dari pemerintah kota Medan dan pihak swasta yang menanggung-jawabinya.
Keadaan rumah susun yang sangat kumuh, mulai dari entrance, fasade, interior rumah
susun itu sendiri, serta lingkungan sekitarnya membuat para penghuni dan terutama
pengunjung menjadi tidak nyaman. Walaupun mereka hidup dalam kekurangan, namun
mereka masih menjunjung tinggi sikap toleransi antar suku dan agama. Selain
itu, anak-anak yang ada di sana juga masih bisa tersenyum dan bermain dengan
anak seumuran mereka.
Entah siapa yang patut disalahkan
dalam kasus ini, apakah pemerintah atau penghuni. Namun yang jelas, ini semua
terjadi akibat tidak adanya kerja sama antara pemerintah dan penghuni rusun
untuk menjaga lingkungan permukiman mereka. Di satu sisi, pemerintah acuh tak
acuh dalam membantu merawat rusun ini, tidak mengadakan penyuluhan, seolah-olah
mereka angkat tangan dalam kasus ini. Sedangkan di lain sisi, para penghuni
yang kemungkinan berpendidikan rendah, pola pikir yang salah, serta sikap tidak
mau peduli membuat mereka malah membuang sampah sembarangan di daerah
permukiman mereka sendiri, sehingga merugikan mereka. Kita juga tidak tahu apakah sebenarnya ini
salah si perancang yang mendesain rumah susun dengan cara yang tidak tepat dan
terkesan asal-asalan karena awalnya rumah susun ini merupakan proyek pemerintah. Seperti yang kita ketahui
bahwa sebuah desain bangunan mampu mengubah pola pikir dan tingkah laku orang
yang mendiaminya.
Menurut saya, sebaiknya pemerintah dan
juga warga di sana mampu bekerja sama dalam memelihara lingkungan rumah susun
Sukaramai. Dalam hal ini, mungkin bisa dimulai dengan melakukan pendekatan
terhadap warga penghuni rusun, apa yang mereka rasakan selama tinggal di rumah
susun yang keadaannya seperti ini. Lalu, pemerintah mengadakan penyuluhan dan
mendengarkan aspirasi mereka, bagaimana hunian yang mereka inginkan. Kemudian,
pemerintah harus memikirkan kembali rancangan rumah susun yang sesuai untuk
mereka, yang dapat mengubah pola pikir mereka yang salah menjadi lebih baik dan
lebih positif, sehingga nantinya tidak ada lagi permukiman dengan ‘lautan
sampah’ di tengahnya.
Terima kasih.