Kamis, 16 Juli 2015

COLLAGE #5 - ARSITEKTUR KOTA 1 (Survey Permukiman Kumuh Kompleks Asia Mega Mas Medan)

(...foto menyusul...)

BAB I
PENDAHULUAN


Kompleks Perumahan Asia Mega Mas Sukaramai ini terletak di Jl. Asia Raya Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area, Sumatera Utara. Lahan tempat rumah susun Sukaramai berdiri ini dulunya merupakan lahan permukiman biasa. Masyarakat di kawasan ini merupakan percampuran antara kelompok etnis Tionghoa dengan kelompok pribumi. Namun, karena mayoritas penghuninya adalah etnis Tionghoa, maka tempat ini sampai sekarang terkenal sebagai kawasan etnis Tionghoa.

Pada tahun 1980, kawasan permukiman ini terbakar. Banyak harta benda dan rumah warga yang hangus terbakar. Lalu, pada tahun 1981, pihak Perum Perumnas yang berencana membangun rumah susun di lahan terbakar ini memberi ganti rugi tanah kepada pemilik langsung yang dilegalisasi oleh Panitia Pembebasan Tanah Kota Medan. Selama proses pembangunan yang berlangsung selama ± 4 tahun, pada tahun 1986, di lokasi kawasan bekas kebakaran itu kemudian didirikan rumah susun Sukaramai.

Menurut status kepemilikannya, rumah susun Sukaramai ini adalah Rumah Susun Milik (Rusunami). Penyelenggara rumah susun adalah Perum Perumnas Regional I Medan. Pada awalnya, sasaran pembangunan rumah susun adalah seluruh lahan terbakar yang memang merupakan tanah milik Perum Perumnas.

Lahan rumah susun yang terbangun saat ini tadinya dimaksudkan sebagai lahan pembangunan tahap awal saja. Namun, kurangnya dana yang dimiliki oleh Perum Perumnas mengakibatkan lahan pembangunan tahap awal menjadi lahan tetap pembangunan rumah susun. Sisa lahan lainnya diberikan kepada pihak swasta dan dibangun menjadi Ruko Asia Mega Mas. Bahkan, sebagian lahan pembangunan rumah susun dibagi bersama dengan PT. IRA Widya Utama.

Pihak yang pertama kali melakukan pembangunan adalah pihak Perumnas. Pembangunan dari pihak Perumnas dilakukan secara serentak dan berlangsung dalam waktu 2 tahun. Pada tahun 1986, pihak Perumnas menyesuaikan blok-blok massanya sebelum PT IRA. Sementara PT IRA baru selesai membangun blok-blok massanya pada tahun 1988.

Menurut beberapa berita yang dilansir di internet, kabarnya rumah susun ini sempat akan direnovasi dari program Kementrian Perumahan RI pada tahun 2013 atas anggaran dari Menpera. Pernyataan ini disampaikan oleh Rahudman. Namun hingga saat ini tak juga ada perbaikan dari pihak pemerintah maupun swasta.






BAB II
TINJAUAN RUMAH SUSUN ASIA MEGA MAS SUKARAMAI


A.        Sekilas tentang rumah susun

Rumah susun di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Pengertian rumah susun dalam undang-undang ini adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Ø Lingkungan adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang di
    atasnya dibangun rumah susun, termasuk prasarana dan fasilitasnya yang  
    secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman.
Ø Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah
    untuk pemakaian bersama, dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan
    rumah susun.
Ø Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian dari rumah
    susun, tetapi dimemiliki bersama secara terpisah untuk pemakaian bersama.
Ø Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak
     bersama secara tidak terpisah, yang di atasnya berdiri rumah susun dan
     ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.
            
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50/pmk/03/ 2005, rumah susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang digunakan sebagai tempat hunian dengan luas maksimum 21m2 setiap unit hunian, yang dilengkapi dengan kamar mandi serta dapur yang dapat bersatu dengan unit hunian ataupun terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukkan bagi masyarakat yang berpendapatan rendah.
            
Rumah susun juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ketinggian lantai bangunan, yaitu (Paul dalam citaresmi, 2001) :
- Low rise : memiliki ketinggian 2-6 lantai dan menggunakan tangga sebagai
  sarana sirkulasi vertikalnya.
- Medium rise :  memiliki ketinggian 6-9 lantai dan bisa menggunakan
  elevator listrik sebagai sarana sirkulasi vertikalnya.
- High rise : memiliki ketinggian di atas 9 lantai dan harus menggunakan
   elevator listrik sebagai sarana sirkulasi vertikalnya.

Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagai berikut (Teddy, 2010 : 11).
1). Satuan Rumah Susun
            ~ Mempunyai ukuran standar minimal 18 m2, lebar muka minimal 3 m.
            ~ Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain
   (ruang penunjang) di dalam dan/atau di luar ruang utama.
            ~ Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan
yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran  
   dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta
   pemompaan air.
~ Batas pemilikan satuanrumah susun dapat berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka.
2). Benda Bersama
Benda bersama dapat berupa prasarana lingkungan dan fasilitas
     lingkungan.
3). Bagian Bersama
Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan 
     kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan
     yang menyatu dengan bangunan rumah susun.
4). Prasarana Lingkungan
            Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai
     penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah
     susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah,
     sampah, pemadam kebakaran, listrik, gas, telepon, dll.
5). Fasilitas Lingkungan
            Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan
     perbelanjaan, lapangan terbuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan,
     pelayanan umum, serta pertamanan.

Apabila mengacu pada luas unit hunian, maka rumah susun dibedakan menjadi tipe studio dengan luas 18 m2 hingga penthouse seluas 200 m2. Pada umumnya yang bertipe kecil banyak dijumpai pada rumah susun murah dan sederhana yang dihuni oleh masyarakat berpendapatan menengah ke bawah (Paul dalam citaresmi, 2001).

    Tabel 2.1.1.            Tipe Unit Rumah Susun
Tipe Unit
Fasilitas
Tipe 18 m2
Tipe 21 m2
Tipe 24 m2
Tipe ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga
- 1 kamar tidur
- ruang tamu/keluarga
- kamar mandi
- dapur/pantry


Tipe 30 m2
Tipe 36 m2
Tipe 42 m2
Tipe 50 m2
Tipe ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak
- 2 kamar tidur
- ruang tamu / keluarga
- kamar mandi / WC
- dapur / pantry
- ruang makan
Sumber : Rosfian (2009)

            Rumah susun merupakan hunian vertikal yang menjadi tempat tinggal bagi sejumlah penduduk yang menjadi penghuninya, sehingga terdapat fasilitas-fasilitas tertentu yang disediakan guna menunjang kehidupan penghuni didalamnya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7013-3004) mengenai Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana, rumah susun haruslah memiliki fasilitas lingkungan, yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain dapat berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapanagan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum, pertamanan serta pemakaman (lokasi diluar lingkungan rumah susun atau sesuai rencana tata ruang kota).
                
Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut menurut Standar Nasional Indonesia adalah :
     1. Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan
                     budaya setempat.
     2. Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai
         dengan gaya hidup di rumah susun.
     3. Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan
         fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
     4. Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok bagi dan
         segi besaran maupun jeni sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada.
     5. Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan
         pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya.

Tentunya, pelayanan sarana dan prasarana harus memenuhi kebutuhan penghuni. Dalam hal ini apabila fasilitas lingkungan masih dapat dilayani oleh fasilitas yang berada diluar lingkungan rumah susun, maka pemenuhan kebutuhan jenis dan jumlah fasilitas lingkungan dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan.

Dalam melakukan perancangan fasilitas lingkungan pada rumah susun sederhana, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna memenuhi kebutuhan penghuni. Hal ini telah dijelaskan pula dalam Standar Nasional Indonesia, yaitu bahwa fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah susun harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut :
1. Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan.
2. Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 (tiga) bangunan rumah susun.
                 
Atas ketentuan tersebut, maka luasan lahan yang digunakan untuk fasilitas lingkungan rumah susun harus diperhatikan. Luas lahan yang diperuntukan sebagai fasilitas lingkungan harus memenuhi ketentuan :
1. Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30% dari luas    
    seluruhnya.
      2. Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan,
    tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga seluas-luasnya 20% dari luas    
    lahan fasilitas lingkungan rumah susun.

     Tabel 2.1.2. Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun
No
Jenis Peruntukan
Luas Lahan
Maksimum (%)
Minimum (%)
1
Bangunan untuk hunian
50
-
2
Banguanan fasilitas
10
-
3
Ruang Terbuka
-
20
4
Prasarana Lingkungan
-
20
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)

Menurut Danial (1998:20-21), rumah susun merupakan alternatif solusi yang tepat dalam penyediaan perumahan serta peningkatan daya guna lahan kota karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
(1) Mengefesiensikan pemanfaatan lahan perumahan yang kemampuannya
      untuk menampung lebih banyak penduduk di lahan yang sempit.
(2) Menciptakan lingkungan perumahan yang layak huni, terutama bagi
      golongan masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah.
(3) Efesiensi penyediaan dan optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana
      perkotaan, karena dalam penyediaannya tidak perlu dilakukan penyebaran
      untuk memperluas jangkauan pelayanan.
 (4) Memperbaiki kualitas fisik lingkungan perkotaan, terutama dalam
      mengatasi masalah permukiman kumuh dan liar.

Namun kenyataannya, rumah susun juga bisa menjadi masalah baru dalam masalah perkotaan. Permasalahan-permasalah yang kerap kali terjadi dalam Rumah susun yang awalnya dibangun dengan bagus, malah menjadi kumuh dan semerawut setelah dihuni. Belum lagi sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan kurangnya partisipasi dari penghuni rumah susun menjadi faktor penyebabnya. Sudah seharusnya pemerintah dan masyarakat bekerja sama dalam mewujudkan sebuah pembangunan yang baik dan tertata, yang nantinya dapat menunjang perkembangan kota tersebut.


B.        Survey Rumah Susun Asia Mega Mas Sukaramai

Kompleks Asia Mega Mas merupakan campuran antara perumahan dan rumah susun. Di bagian depan kompleks merupakan bagian perumahan yang cukup tertata dengan rapi, berbanding terbalik dengan bagian tengah dan belakang kompleks yang merupakan kawasan rumah susun dan ruko kumuh. Kompleks rumah susun Sukaramai ini merupakan rumah susun kategori low rise, terdiri dari beberapa unit rumah susun 3 - 4 lantai dan keadaannya sangat memprihatinkan. Jalan akses untuk masuk ke kawasan rumah susun sangat sempit, sehingga sering mengakibatkan kemacetan. Di bagian kiri jalan banyak terdapat warung makan yang mayoritas penjualnya adalah etnis
Tionghoa.

Rumah susun pertama yang saya datangi adalah rumah susun yang hampir semua  penghuninya adalah kelompok etnis Tionghoa. Saat memasuki kawasan rumah susun ini, saya disambut dengan sebuah ruang publik yang sangat ramai. Kebetulan saat itu hari sudah agak sore, waktu yang tepat untuk berkumpul dan bersantai dengan para penghuni lainnya. Mayoritas yang berkumpul di sana adalah para orang tua dan lansia yang menikmati udara sore sambil minum kopi. Mereka tampak duduk santai sambil bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Menurut saya, ruang publik yang tersedia itu tidak memadai karena luasannya yang tidak mencukupi kapasitas penghuni, ruang publik yang disatukan dengan parkir sepeda motor, serta tidak adanya penghijauan atau taman kecil di sana.

Dari ruang publik, saya mulai memasuki bangunan rumah susun tersebut. Belum saja naik ke lantai dua, saya sudah disambut dengan pemandangan yang memprihatinkan dan juga bau pesing yang menusuk. Lantainya hanya terbuat dari semen dan karena di saat itu baru saja turun hujan, lantainya menjadi becek. Kemudian, lebar tangganya yang sangat sempit (hanya sekitar 60-70 cm) hanya dapat dilalui oleh satu orang. Keadaan anak tangga yang becek sangat membahayakan penghuni karena licin, bahkan salah satu teman saya juga hampir terpeleset. Yang masih membuat saya cukup lega adalah tangga itu masih dilengkapi dengan railing tangga, walaupun railing tangganya tidak cukup aman jika penggunanya adalah anak-anak. Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa lebar minimal untuk tangga adalah 90 cm (Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu,Heinz Frick). Sedangkan lebar tangga yang tersedia bahkan tidak mencapai batas minimum.

Di bagian belakang tangga terdapat sebuah ruangan kecil (sekitar 1 x 1 m) yang sepertinya merupakan kamar mandi umum yang seharusnya tidak berfungsi lagi, namun tetap digunakan. Kemungkinan besar bahwa bau menusuk itu berasal dari ruangan itu. Ditambah lagi ada sebuah papan peringatan tertera di dekat tangga. Saat menaiki tangga, terdapat kabel-kabel listrik yang bergelantungan tidak jelas. Untung saja kabel itu masih terbungkus, bagaimana jika kabel itu ‘telanjang’? Wah,bisa-bisa menjadi sumber kebakaran nantinya.

Kemudian saya beralih ke lantai dua. Keadaannya sama memprihatinkannya dengan lantai dasar. Bentuk koridornya adalah hexagonal. Lantai dua hingga lantai 4 adalah tipikal, terdiri dari empat kamar. Keadaan yang saya lihat adalah lantainya becek karena tidak memakai kartilever ataupun kanopi untuk menutup bagian koridornya. Lubang udara untuk koridor termasuk sempit, dengan lebar hanya ± 1,2 meter, di mana view koridor yang menuju ke ruang publik terhalang oleh massa bangunan di sebelah kiri dan kanan, serta adanya jemuran. Saya bahkan tidak dapat merasakan angin masuk melalui koridor ini.

Selain lantainya yang menjadi becek, tidak adanya kanopi ataupun kartilever membuat dinding kamar yang terbuat dari tripleks menjadi lembab, lapuk, dan berjamur. Cat dindingnya juga sudah pudar dan terkelupas. Efek yang saya rasakan saat berada di sana adalah gerah dan pengap. Entah bagaimana mereka bisa hidup dengan nyaman di suatu hunian seperti itu.

Selanjutnya, saya kembali ke lantai dasar untuk melanjutkan pengamatan ke area belakang rumah susun. Di lantai dasar, plafond asbesnya juga banyak yang lapuk, jebol, dan berjamur akibat terkena air hujan. Catnya juga sudah pudar dan terkelupas, serta di dindingnya terdapat jamur akibat rembesan air hujan yang mengenai dinding. Di bagian belakang rumah susun terdapat sebuah dapur mini yang sudah tidak terpakai lagi. Dari luar saya dapat melihat kanopi jendela yang terbuat dari seng, namun ada beberapa bagian seng yang rusak dan bolong. Selain itu, di area belakang juga terdapat tempat sampah yang sudah keropos dan terdapat timbunan sampah yang tidak terurus. Banyak sampah berserakan di halaman belakang menambah kekumuhan wilayah itu.

Setelah mengamati rumah susun yang pertama, saya kemudian melihat ke rumah susun dua dan tiga karena tempatnya yang cukup berdekatan. Hampir sama dengan rumah susun yang pertama, kedua rumah susun ini juga terlihat sangat kumuh. Catnya yang pudar dan berjamur membuat kesan rumah susun yang tidak layak huni. 

Kemudian, saya menuju ke salah satu unit rumah susun yang paling parah keadaannya dari semua rumah susun yang ada di sana. Sesampainya di sana, saya benar-benar tidak tahu mau bilang apa. Halaman rumah itu bagaikan kolam sampah yang mengerikan. Dari luar rumah, saya melihat ada shaft sampah lengkap dengan bak sampahnya, namun tidak terurus. Sampahnya menumpuk sampai tempat sampahnya tidak muat lagi, sehingga sampah-sampah itu merembes ke pedestrian pejalan kaki yang lebarnya pun kurang dari 1,5 meter. Ada juga terdapat selokan dengan lebar ± 30 cm dan isinya adalah sampah dan airnya berwarna hitam.

Rumah susun yang satu ini lantainya terbuat dari semen dan sudah banyak yang hancur, begitu pula dengan dindingnya. Kolom-kolomnya terlihat berjamur dan asbesnya juga banyak yang bolong. Terdapat tangga dari beton yang tidak memiliki railing tangga. Anak tangganya juga licin karena becek, tidak rata, dan terdapat space di antara anak tangga sehingga dapat membahayakan penggunanya.Yang membuat saya merasa miris dengan rumah susun ini adalah pipa utilitasnya yang bocor, terlebih lagi pipa air kotornya tidak disambung ke tanah. Sehingga jika ada yang mandi ataupun mencuci di kamar mandi, airnya langsung mengucur lewat pipa utilitas itu, seperti air pancuran.

Dari bordes tangga, saya bisa melihat ke arah ‘lautan sampah’ itu. Sangat mengerikan. Entah bagaimana pemikiran para penghuni sampai-sampai mereka membuang sampah ke tempat itu. Di sana juga terdapat banyak sekali jemuran para penghuni yang begelantungan di sana-sini. Secara kebetulan di antara ‘lautan sampah’ itu, saya melihat dua tikus sedang berkeliaran. Sungguh menggelikan. 

Selanjutnya saya naik ke lantai dua. Di lantai dua, saya disambut dengan shaft sampah serta shaft pipa utilitas yang tidak terurus. Di bagian kiri dan kanan terdapat koridor yang ditembok. Lebarnya ± 1 meter. Lalu, saya menuju ke deretan kamar penghuni. Koridornya hanya sekitar ± 80 cm. Di sana terdapat jemuran yang terbuat dari bambu, dibuat melintang hingga ke ujung gang. Kamar penghuninya juga termasuk sangat sempit untuk orang-orang yang sudah berkeluarga. Saya tidak habis pikir bagaimana bisa mereka betah tinggal di antara lautan sampah itu.

Sesudah menelusuri beberapa rumah susun yang ada di sana, saya mengamati kehidupan sosial di sekitar rumah susun. Di bagian depan rumah susun tadi terdapat selokan, pedestrian dan deretan warung. Ada beberapa pria yang terlihat sedang berkumpul sambil minum kopi dan bersantai. Saya cukup salut dengan warga sekitar karena mereka tetap menjali n persaudaraan, walaupun ada kaum Tionghoa dan pribumi, walaupun kondisi hunian mereka jauh dari layak,walaupun di antara tumpukan sampah. Anak-anak yang ada di sana juga bisa bermain dengan riang.

Sepanjang menyusuri pedestrian, anak-anak terlihat ramah menyapa kami yang sedang lewat, bahkan mereka minta difoto. Alhasil, saya memfoto mereka. Tidak beberapa lama, saya menemukan sebuah ruang publik lagi, bisa dikatakan seperti ‘taman’nya mereka. Di sana ada tempat duduk yang terbuat dari beton yang dikeramik. Lalu, terdapat area pijat refleksi dengan lantai yang tebuat dari batu-batu kecil. Di tengahnya ada semacam prasasti. Selain itu, di sana juga terdapat mushollah dan warung makan. Suasananya saat itu cukup ramai.







BAB III
PENUTUP

Rumah susun Asia Mega Mas Sukaramai ini merupakan salah satu contoh rumah susun yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah kota Medan dan pihak swasta yang menanggung-jawabinya. Keadaan rumah susun yang sangat kumuh, mulai dari entrance, fasade, interior rumah susun itu sendiri, serta lingkungan sekitarnya membuat para penghuni dan terutama pengunjung menjadi tidak nyaman. Walaupun mereka hidup dalam kekurangan, namun mereka masih menjunjung tinggi sikap toleransi antar suku dan agama. Selain itu, anak-anak yang ada di sana juga masih bisa tersenyum dan bermain dengan anak seumuran mereka.
Entah siapa yang patut disalahkan dalam kasus ini, apakah pemerintah atau penghuni. Namun yang jelas, ini semua terjadi akibat tidak adanya kerja sama antara pemerintah dan penghuni rusun untuk menjaga lingkungan permukiman mereka. Di satu sisi, pemerintah acuh tak acuh dalam membantu merawat rusun ini, tidak mengadakan penyuluhan, seolah-olah mereka angkat tangan dalam kasus ini. Sedangkan di lain sisi, para penghuni yang kemungkinan berpendidikan rendah, pola pikir yang salah, serta sikap tidak mau peduli membuat mereka malah membuang sampah sembarangan di daerah permukiman mereka sendiri, sehingga merugikan mereka.  Kita juga tidak tahu apakah sebenarnya ini salah si perancang yang mendesain rumah susun dengan cara yang tidak tepat dan terkesan asal-asalan karena awalnya rumah susun ini merupakan  proyek pemerintah. Seperti yang kita ketahui bahwa sebuah desain bangunan mampu mengubah pola pikir dan tingkah laku orang yang mendiaminya.
Menurut saya, sebaiknya pemerintah dan juga warga di sana mampu bekerja sama dalam memelihara lingkungan rumah susun Sukaramai. Dalam hal ini, mungkin bisa dimulai dengan melakukan pendekatan terhadap warga penghuni rusun, apa yang mereka rasakan selama tinggal di rumah susun yang keadaannya seperti ini. Lalu, pemerintah mengadakan penyuluhan dan mendengarkan aspirasi mereka, bagaimana hunian yang mereka inginkan. Kemudian, pemerintah harus memikirkan kembali rancangan rumah susun yang sesuai untuk mereka, yang dapat mengubah pola pikir mereka yang salah menjadi lebih baik dan lebih positif, sehingga nantinya tidak ada lagi permukiman dengan ‘lautan sampah’ di tengahnya.
Terima kasih.

1 komentar: